Nenek Hindun, jika saja tidak ada ramai-ramai Pilkadal Jakarta, tentu tidak banyak yang kenal Beliau. Demikian juga dengan Inul, jika saja Ahok menerima perlakuan hukum yang adil, tentulah dia (Inul) tidak perlu bicara kebablasan tentang para Ulama. Ataupun dalam tahapan minimal, cuitan yang masuk kategori hate speech itu tidak bakal
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Kritik dalam sebuah negara demokratis itu wajib. Tanpa kritik, negara akan dikelola dengan ngawur. Dengan kritik, negara akan selalu diingatkan pada jalan yang seharusnya. Kritik beda dengan hinaan. Kritik dilandasi dengan landasan yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Hinaan hanya lampiasan emosi belaka. Jangan jadi pejabat kalau tak mau dikritik. Karena pejabat akan menerapkan kebijakan. Dan setiap kebijakan akan multidampak. Jangan juga berharap kritik membangun seperti yang didengungkan oleh rezim Soeharto hanya untuk membungkam setiap kritik. Bangunlah dengan kritik bukan berharap pada kritik yang membangun. Jangan pula teriak teriak bahwa setiap kritik harus disertai solusi. Pejabat yang harus mencari solusi. Digaji besar memang untuk itu. Jangan pula menggerakkan buzzer untuk membunuh para pengkritik. Apalagi menggerakkan aparatur negara. Kalau seperti itu, sudah bukan negara demokratis lagi. Sudah menjadi otoriter. Cak Nun atau Emha Ainun Najib sudah saya kenal sejak masih kuliah. Kritiknya terhadap rezim Soeharto cukup pedas. Sehingga wajar, jika anak muda kuliahan banyak yang mengidolakan beliau. Tulisan tulisannya juga sangat kritis. Yang paling saya ingat adalah tulisan beliau yang selalu muncul di tabloid "Detik". Tabloid besutan Eros Jarot dan Gus Dur. Tabloid yang paling berani menayangkan tulisan tulisan yang berupa kritik terhadap rezim orba. Cak Nun masih kritis hingga hari ini. Kritik yang paling akhir terhadap Jokowi memunculkan hujatan dari para buzzer. Seolah olah Cak Nun hanya mengkritik Jokowi. Padahal, Gus Dur yang menjadi teman baiknya pun berkali-kali dikritisinya. Kritik Cak Nun adalah kritik dari salah satu anak bangsa yang peduli pada nasib bangsanya. Sebaiknya kritik itu dipergunakan untuk perbaikan dalam pengelolaan negara. Jangan sampai kritik dibungkam di negeri ini. Pembungkaman kritik berarti kematian untuk akal sehat. Lihat Politik Selengkapnya
Yuklangsung saja dicek KLovers. 1. Kata-kata Bijak Cak Nun Tentang Agama. Ilustrasi (credit: Freepik) Surga itu gak penting, fokuskan dirimu hanya pada Tuhan. Tidak apa-apa kalau ilmu agamamu masih pas-pasan, itu malah membuatmu menjadi rendah hati. Banyak orang yang sudah merasa tahu ilmu agama, malah menjadikannya tinggi hati.
CakNun soal Islam Agama Arogan (YouTube/Caknun.com). Noe Letto atau Sabrang Mowo Damar Panuluh Anak Cak Nun Atheis. Itu dulu, kini dia sudah ucapkan syahadat lagi masuk Islam. Neo Letto berlogika, bahwa sesuatu yang dimiliki memang miliknya. Bukan seperti pemahaman bahwa segala sesuatu adalah kepunyaan Tuhan.
BersatunyaAhok dan Prabowo. Ini bukan ilham atau wahyu. Juga bukan itung-itungan untung rugi soal koalisi atau bagi-bagi roti. Ini juga bukan kode alam. Ini hanya iseng belaka.Sebab yg Benar adalah Sesungguhnya kekuasaan mutlak hanya milik Allah penggenggam jiwa setiap Makhluqnya. Bahkan tidak ada sekejappun waktu terlewati tanpa tasbih
. 118 126 224 337 285 61 20 482
komentar cak nun tentang ahok